Massa demonstrasi aksi damai ditempatkan di halaman Mako Brimob Polda Papua, Jayapura, 2 Mei 2016 |
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mendesak Presiden Joko “Jokowi” Widodo untuk menindak Kapolri serta Kapolda Papua dan Papua Barat terkait penangkapan 1.724 aktivis dan simpatisan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) yang melakukan aksi unjukrasa damai di sejumlah lokasi, Senin, 2 Mei 2016.
Direktur LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa,
dalam siaran pers yang diterima BeritaBenar, Selasa, menyatakan perbuatan
polisi tersebut melanggar konstitusi Indonesia pasal 28 dan Undang-undang Nomor
9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
“Sekalipun tuntutan mereka adalah referendum, selama orang Papua masih warga negara Indonesia, hak konstitusional mereka untuk berpendapat harus selalu dijaga. Gelarlah dialog, bukan merepresi aspirasi mereka,” tegas Alghiffari.
“Kami serukan kepada rakyat Papua
bahwa kalian tidak sendiri. Teruskanlah aspirasi kalian!” tambahnya.
Aksi damai ribuan orang itu digelar
dalam rangka mendukung United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) masuk
menjadi anggota penuh Melanesian Spearhead Group (MSG), sebuah forum diplomatik
di Pasifik Selatan.
Aksi ini juga dilakukan untuk
mendukung pertemuan International Parliamentarians for West Papua (IPWP) di
London, 3 Mei 2016, yang membahas tentang referendum untuk Papua.
Demonstrasi damai digelar serentak di Jayapura,
Sorong, Merauke, Fakfak, Wamena, Semarang dan Makassar. Penangkapan oleh polisi
juga dilakukan terhadap 52 orang beberapa hari sebelum aksi damai digelar, kata
Ones Suhuniap, Sekretaris Umum KNPB.
Masih
ditahan
Hingga Selasa siang, menurut polisi,
enam orang masih ditahan yaitu tiga ditahan di Polres Merauke dan tiga lainnya
di Polres Fakfak. Di Polres Merauke, satu orang ditetapkan sebagai tersangka
sedangkan dua lainnya masih diperiksa.
Fredy Warpapor, pos kontak Lembaga
Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (Elsham) Fak-fak, mengatakan penangkapan
berlanjut di Sekretariat Kantor ULMWP. Sekitar 58 orang yang datang ke sana
diangkut ke Polres Fakfak untuk diperiksa.
“Mereka datang untuk menunggu
rekan-rekan mereka yang ditangkap kemarin. Tapi kemudian polisi datang dan
membawa mereka ke Polres. Ada 70 orang datang tapi kami data lagi, hanya 58
yang dibawa ke Polres,” jelas Warpapor.
Seorang dari 58 orang yang dibawa ke
Polres itu mengaku setelah diperiksa di Polres, mereka dibebaskan. Namun selama
perjalanan menuju Polres, mereka mengalami kekerasan. “Kami dipukul dan
ditendang selama dalam perjalanan ke Polres,” kata pria yang menolak disebutkan
namanya karena alasan keamanan.
Kabid. Humas Polda Papua Barat, AKBP
Johan Harapan Sitorus, yang dikonfirmasi BeritaBenar mengatakan Polres Fakfak
sudah memeriksa 71 orang sejak Senin.
“Ada 16 anak-anak. Mereka tidak tau
apa-apa, hanya ikut-ikutan saja jadi kami sudah pulangkan sejak kemarin.
Tinggal tiga orang yang sedang menjalani pemeriksaan,” katanya.
Dijemur
di Mako Brimob
Setelah ditangkap saat aksi demo hari
Senin, sebagian besar massa aksi di Jayapura dibawa ke Markas Komando Brigade
Mobile (Mako Brimob) Polda Papua. Mereka ditempatkan di lapangan Mako selama
sekitar tujuh jam di bawah terik matahari.
Laurensius Kadepa, anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) mengaku dia dan beberapa anggota dewan lain
datang untuk melihat massa yang ditahan polisi di sana.
“Tujuan mereka sebenarnya ke DPRP.
Tapi tidak sampai ke DPRP karena ditahan polisi. Seharusnya tidak perlu seperti
ini. Biarkan saja mereka datang ke DPRP untuk menyampaikan aspirasi,” kata
Kadepa.
Kapolda Papua, Irjen. Pol. Paulus
Waterpauw menjelaskan bahwa sekitar pukul 18.35 WIT, polisi sudah memulangkan
sekitar 900 simpatisan KNPB yang diamankan di Mako Brimob.
“Termasuk yang di Wamena. Walau sudah
dilepaskan proses hukum tetap dilakukan karena aksi yang mereka adalah
perbuatan melanggar hukum,” jelasnya.
Menurut Paulus, KNPB memang memasukkan
surat izin aksi tapi banyak hal harus dipertimbangkan, termasuk status KNPB
yang tidak terdaftar di pemerintah dan memperjuangkan lepasnya Papua dari
Indonesia.
Media
dilarang meliput
Insiden pelarangan liputan media
terjadi ketika massa aksi dibawa ke Mako Brimob Polda Papua. Anggota Brimob
yang berjaga di luar pagar melarang setiap orang yang ingin masuk ke tempat
itu, termasuk wartawan.
Malah kamera milik Elvira, wartawan
Cenderawasih Pos, sempat ditarik Brimob ketika memotret massa yang dijemur di
lapangan. Ardi Bayage, wartawan suarapapua.com, sempat diamankan di Polsek
Abepura dan dibawa ke Mako Brimob.
“Di saat massa yang ditangkap sudah di
atas truk, saat saya sedang memotret itulah polisi tangkap saya dan sita ID
card saya. HP saya polisi ambil dan banting di aspal. Akibatnya touchscreen HP
pecah dan tidak berfungsi lagi,” jelasnya.
Selain itu, seorang peneliti dari
Universitas Bern di Swiss turut diperiksa polisi saat memantau aksi demonstrasi
tersebut.
“Mereka mengaku dari Intel Polda
Papua. Mereka tanya saya, di antaranya apakah saya tahu apa yang sedang
dilakukan KNPB?” kata Cypri Dale, peneliti tersebut.
Saat dikonfirmasi, Kapolresta
Jayapura, AKBP Jeremias Runtini, mengatakan tindakan polisi itu bukan
interogasi. “Kami hanya mengkonfirmasi kehadirannya di situ saja,” jelasnya. bnews.com (*)