Pulau Sumatera/Foto Google |
Oleh: M Aulya Rusyadi
Sumatera, jika
kalian tidak begitu tercengang dengan nama ini, silahkan Googling "Sejarah
Pulau Sumatera". Dunia dan berbagai peradaban menjelaskan tentang
kebesaran dan kemegahan "Pulau Emas" ini. Bahkan para penjelajah
dunia zaman dahulu menulis banyak kisah tentang kaya dan hebatnya pulau ini
berserta masyarakatnya.
Jangan cerita
perjuangan. Rakyat negeri Sumatera juga berjuang mati-matian untuk
mempertahankan tanahnya dari para penjajah Portugis, Inggris, Belanda, dan
Jepang. Para pemudanya juga bersuara dalam Kongres Pemuda tentang bersatunya
Nusantara dalam nama Indonesia. Menyanyikan lagu Indonesia Raya yang sama.
Bahkan begitu Pulau Jawa memerdekakan dan mengumandangkan nama Indonesia,
Sumatera juga ikut melakukan hal yang sama.
Negeri Sumatera juga
banyak melahirkan orang-orang besar bagi negeri ini. Para pemikir, negarawan,
budayawan, pendidik, rohaniawan, lahir dari rahim ibu-ibu hebat pulau ini.
Sumbangsih mereka begitu besarnya bagi Negara ini. Sebut saja Jendral A. H.
Nasution, Adam Malik, Teungku Hasan Muhammad di Tiro, Mohammad Hatta, Buya
Hamka, Tengku Amir Hamzah, Djohan Hanafiah, T.D. Pardede, serta banyak lagi
orang-orang besar negeri ini.
Tidak hanya
sumbangsih manusianya saja yang diberikan Sumatera untuk Negara ini. Kekayaan
alamnya tidak kalah banyak dan besar yang diambil untuk kemakmuran bangsa.
Minyak bumi, gas alam, emas, kelapa sawit, karet, jagung, kakao, kopi, dan banyak
sumber daya alam dari darat dan laut Sumatera yang dikelola untuk kemakmuran
bangsa. Tercatat bahwa tahun 2011, Sumatera menyumbangkan 23.5% bagi PDB
Nasional Indonesia atau hampir satu per empat dari keseluruhan wilayah di
Indonesia.
Tetapi sayang,
namanya hanya menjadi kelas kedua bagi Negara Indonesia yang menjadi naungannya
secara legal. Pembangunan infrastrukturnya berjalan sangat lambat dibanding
pembangunan di Pulau Jawa. Pembangunan kualitas manusianya melalui pendidikan
pun masih berkejaran dengan Pulau Jawa bahkan luar negeri karena kualitasnya
tidak berimbang. Apalagi berharap kepada media-media konvensionalnya yang tidak
lagi bisa diharap sebagai pendidik sosial masyarakat karena lagi-lagi terlalu
banyak tunggangannya. Seperti kuda hitam yang menjelma menjadi keledai tua.
Inilah mengapa
akhirnya masyarakat Sumatera harus merdeka. Bukan merdeka sebagai sebuah Negara
baru. Namun merdeka secara mental dan pemikiran. Hal ini menjadi penting
sebelum menuntut kemerdekaan kita secara ekonomi. Masyarakatnya dan yang
terpenting para generasi mudanya, harus menjadi generasi cerdas yang bekerja
dengan tulus dan ikhlas membangun kembali daerahnya. Tidak mengapa jika mereka
harus belajar dari luar daerahnya, tetapi setidaknya mereka tidak lupa kembali untuk
membawa semangat pembangunan dan perubahan yang sama dengan para generasi muda
di luar Sumatera.
Setidaknya pembenahan pemikiran dan mental para generasi muda
saat ini, akan menjadi modal besar menjadikan Sumatera sebagai nama yang utama.
Sebagai peradaban yang membesarkan Indonesia dan memakmurkan Dunia, agar kelak
Dunia lah yang akan belajar lagi kepada kita, seperti jayanya Sumatera di masa
lalu. Memang benar bahwa kejayaan masa lalu cuma sejarah yang tidak akan di
wariskan namun harus direbut dan diperjuangkan kembali serta dijaga. Untuk
Sumatera, itu akan dilakukan oleh generasi mudanya yang ber-Tuhan dan
berbudaya.**