Oleh
Neles Tebay
PEMERINTAH Presiden Joko
“Jokowi” Widodo mempunyai perhatian yang begitu besar terhadap Papua dan
berkomitmen untuk mempercepat pembanguan di sana. Guna mensukseskan pembangunan
di Papua, rakyat Papua perlu didengarkan.
Dalam kunjungan pertamanya ke
Papua, Desember 2014, Presiden Jokowi sendiri sudah mengakui betapa pentingnya
mendengarkan rakyat Papua. “Rakyat Papua tidak hanya butuh pendidikan,
kesehatan, pembangunan jalan dan pelabuhan saja. Namun, rakyat Papua juga butuh
didengar dan diajak bicara”, kata Jokowi di Jayapura (Tempo.co, 27/12-2014).
Presiden Jokowi, bahkan,
menjadikan dialog sebagai fondasi untuk membangun Papua. “Semangat untuk
mendengar dan berdialog dengan hati inilah yang saya gunakan sebagai fondasi
untuk menatap masa depan Tanah Papua”, tambahnya.
Menurut keterangan
Menkopolhukam Wiranto kepada para tokoh agama, tokoh adat, dan akademisi, di
Jayapura, Presiden Jokowi berkeinginan untuk melakukan dialog dengan hati
dengan rakyat Papua untuk mengetahui harapan dan keprihatinan mereka (Antaranews,
12/8, 2016).
Pemerintah bahkan berkomitmen
untuk menyelesaikan masalah Papua melalui dialog sehingga ingin melakukan
dialog damai dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Menteri Pertahanan RI
Ryamizard Ryacudu menegaskan, “Pemerintah akan terus melakukan dialog damai secara
bertahap dengan kelompok-kelompok di Papua yang selama ini dianggap sebagai
ancaman seperti Organisasi Papua Merdeka”, kata Ryacudu (CNN Indonesia, 27/5,
2015).
Presiden Jokowi dan
pemerintahannya telah memilih jalan dialog membangun Papua dan menyelesaikan
masalah-masalah di sana. Rakyat Papua juga menanti kesempatan berdialog dengan
pemerintah.
Dalam dialog, rakyat Papua
diberikan kesempatan untuk menyampaikan masalah, kebutuhan, dan harapannya.
Dengan mendengarkan langsung dari mereka, Presiden dapat memahami berbagai
permasalahan di Papua dari perspektif rakyat dan mengetahui bidang apa yang
seharusnya menjadi prioritas pembangunan. Pembangunan dimulai dengan menjawab
masalah yang dirasakan oleh rakyat. Dengan cara seperti ini, pemerintahan Jokowi
dan rakyat Papua dapat mempunyai pemahaman yang sama tentang pembangunan, serta
secara bersama menyelesaikan berbagai permasalahan dan menatap masa depan
Papua.
Dengan dilibatkan dalam dialog,
rakyat Papua akan merasa harga dirinya dihormati dan pandangannya didengarkan
pemerintah. Maka, rakyat Papua akan semakin percaya kepada pemerintah. Mereka
akan mempunyai rasa memiliki terhadap proses dan hasil dari dialog yakni
pembangunan yang dilaksanakan di Tanah Papua. Kalau demikian, Bagaimana caranya
melibatkan semua rakyat Papua dalam proses dialog?
Dialog Nasional
Proses dialog yang ditawarkan
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui policy brief-nya berjudul
“Dialog Nasional: Membangun Papua Damai” (2016) dapat digunakan sebagai sebagai
bahan acuan.
Dialog nasional, menurut LIPI,
dilaksanakan secara bertahap. Pertama, proses dialog nasional dimulai oleh
Presiden dengan menunjuk seseorang sebagai “Utusan Khusus” yang bertugas khusus
untuk mempersiapkan dan menjamin terlaksananya dialog nasional.
Kedua, diadakan dialog internal
pemerintah yang melibatkan semua kementerian/ lembaga di Jakarta untuk
membangun pemahaman bersama tentang akar masalah dan menyepakati solusi bersama
secara komprehensif.
Ketiga, dilaksanakan dialog
internal Papua di Tanah Papua. Dialog pada tahap ini melibatkan masyarakat adat
Papua, paguyuban migran, kelompok agama, pemerintah daerah (MRP/PB, DPRP/PB),
LSM, media, kelompok kaum muda, akademisi, kelompok perempuan, kelompok
professional, partai politik, pengusaha, Tentara Pembebasan Nasional Papua
Barat (TPN PB), dan orang Papua di luar negeri. Dialog internal ini bertujuan
untuk membangun pemahaman bersama tentang akar masalah dan menyepakati solusi
bersama secara komprehensif, mencapai pemahaman bersama antara seluruh warga
Papua tentang Papua Tanah Damai, serta
membangkitkan kesadaran, komitmen, dan keterlibatan semua warga Papua
dalam menciptakan dan memelihara Papua sebagai Tanah Damai.
Keempat, diselenggarakan
rangkaian dialog sektoral. Menurut LIPI, dialog sektoral adalah forum yang
menghadirkan pihak-pihak terkait untuk membahas perencanaan dan pelaksanaan
program pada sektor tertentu seperti pendidikan, kesehatan, HAM, kebudayaan,
dll. Dialog sektoral perlu diadakan untuk menyelaraskan program-program
kementerian/lembaga beserta pendanaannya sesuai dengan aspirasi masyarakat di
Tanah Papua. Peserta dialognya adalah pemerintah pusat (kementerian/lembaga
terkait), dinas terkait dari provinsi dan kabupaten/kota, elemen-elemen
masyarakat sipil (LSM, perguruan tinggi, dan pihak lain yang terkait), dan
media.
Kelima, diadakan dialog
nasional untuk rekonsiliasi. Dialog nasional ini dihadiri oleh perwakilan
pemerintah pusat dan elemen masyarakat sipil yang direkomendasikan dari
Konferensi Perdamaian Papua (KPP) tahun 2011. Dialog nasional pada tahap kelima
ini membutuhkan mediator yang adalah pihak ketiga yang disepakati oleh
pemerintah dan masyarakat Papua. Tempat, waktu, dan agenda dialog nasional
ditentukan kemudian dan harus disepakati bersama.
Keseluruhan proses dialog
nasional akan berdampak pada terciptanya Papua sebagai Tanah Damai dalam rumah
Indonesia, dimana orang yang hidup di Bumi Cenderawasih dapat menikmati
keadilan, partisipasi, rasa aman dan nyaman, harmoni, kebersamaan dengan orang
lain, pengakuan terhadap harga diri, komunikasi yang benar, kesejahteraan,
kemandirian, dan kebebasan dalam berbagai aspek kehidupan.
Diharapkan bahwa dialog ini
dapat terjadi sebelum masa pemerintahan Jokowi berakhir tahun 2019. (*)
Penulis adalah dosen STF Fajar
Timur dan Koordinator Jaringan Damai Papua di Abepura