Surat Untuk Ibu

Honny Pigai
0


Ibu, salam sayang selalu dari anak-anakmu.

Ibu... 
Kami merindukan dongeng terlantun dari bibirmu penuh cinta, seperti dulu, kau tembangkan syair lagu kepahlawanan. Bikin kami hendak jadi ksatria.

Jika malam tiba, bersama kami, anak-anakmu yang kau cintai berkumpul sambil membacakan syair, menyanyikan lagu. Ah, indah sekali, apalagi ketika kami ingat senyummu, tebarkan kerinduan kenangan dulu.

Ibu...
Anak-anakmu kini tetap nakal dan lucu, seperti dulu, kami anak-anakmu sayang padamu, tapi kadang juga tak mematuhi nasehatmu. Bahkan nakal. hehehhee.. ibu maafkan kami.

Tapi, air mata itu, mengapa menetes ibu? meleleh di kedua belah pipi. Mengapa ibu? 

Adakah ibu marah pada kami, anak-anakmu yang kian nakal saja, tak menggubris petuahmu. Adakah kami, anak-anakmu melukai hatimu yang tak noda itu.

Ujarlah bunda. Tegurlah kami. 

Tak rela kami, anak-anakmu memandang butir air mata itu tumpah. Tak rela kami anakmu usap dengan lenso nakal ini.

Bunda, memang pernah engkau pesan, disaat jengkrit menjerit, waktu malam mendekat dan bulan tersenyum indah "Anak-anak, kam dengar ini pesan: hormatilah orang tua, lindungi dan sayangilah saudara-saudaramu. Berbuatlah adil dan jujur. jangan tamak dan serakah terhadap hak orang lain. Berjuanglah untuk kebenaran dan jangan berbohong.."

Nasehat yang manis indah terukir. Masih terang benerang dalam otak. Kami, anak-anakmu masih mengigatnya bunda.

Tak terasa, bunda menghela nafas. Di tengah deras dan kerasnya dunia. Dari tempat  para pahlawan ksatria dilahirkan dan dibesarkan. Di tempat binatang-binatang bercakapan ria. 

Di sana ternyata, doa bunda yang khusuk dalam tangis, melambung ke angkasa. Setiap nama anak-anak terukir dalam doa. Anak-anaknya dikukuhkan, dikuatkan dan direstui dalam kasih. 

Bunda, kini aku ingat. Itu benih keutamaan yang dulu kau tanam dalam dada, kian bergelora. Kuat dan tegar, bahkan kokoh.

Kami gali emas dalam diri. Kami ungkap segala rahasia kebohongan yang meraja di semesta. Kami gali kebenaran yang ada. Kami hormati sesama manusia. Ya, inilah yang kami lakukan untuk menemukan diri, seperti yang penah kau ucapkan ibu. Begitulah ibu, anak-anakmu berjuang untuk hidup.

Tangismu yang dulu itu, ibu, kini aku tahu mengapa? memang aku pun turut merasakan apa yang sebenarnya engkau rasakan. ya, betapa kasihmu tak terperikan. Kau menangis, tak ingin melihat anak-anak yang kau cintai, bernasib malang, tak ingin melihat anak-anakmu tergusur dari tanahnya sendiri. Tak ingin melihat anak-anakmu ditindas dan dibunuh.

Ibu, aku rasakan, kau menangis melihat manusia berbuat kejam terhadap kami, anak-anakmu. Kami, anak-anakmu yang lemah menghadapi kekuasaan yang begitu menakutkan! Doakan kami selalu dan kami doakan ibu agar tetap tegar.



Honaratus Pigai
muye_Voice@fwp

Posting Komentar

0Komentar

Please Select Embedded Mode To show the Comment System.*