Natalis Pigai beri pencerahan di hadapan masyarakat di tanah Anim Ha, Merauke, Papua (Facebook, Natalis Pigai) |
"GONCANGAN BESAR DI WILAYAH SELATAN "TANAH ANIM HA", PAPUA.
Pada saat ini, Tanah Papua sedang beranda dalam goncangan besar karena adanya tsunami kemanusiaan. Jutaan rakyat yang ada di atas tanah Papua di lepas pantai, pesisir, pedalaman, pegunungan menjerit, merinti, sedih dan tangis. Saban hari kita hanya bisa mendengar nyanyian dengan syair elegi karena tragedi kemanusiaan yang menimpa rakyat Melanesia di Tanah Papua makin lama makin menua dan makin kejam. Ratusan ribu orang menderita Karena penangkapan, penganiayaan, menyiksaan, pembunuhan.
Di Sini di tempat ini, tanah Marind, milik suku Marind Anim, Bumi Putera, pemilik sulung atas bumi, air dan segala isinya. Kita ini penguasa tanah (Land Lord), namun Perampasan kekayaan alam tiada tara bernilai melalui; hutan kita di pegunungan Asiki, dari sota hingga tempat penghuni suku Mundup Wanduk (Muyu-Mandobo yang paruh-paruh dunia dirampok (ilegal loging), kini menjadi daerah perkebunan milik para taipan hoakiau, gunung-gunung emas, perak, minyak, uranium bahkan plutonium dijarah (ilegal maining), ikan-ikan di laut dan segala Biota dicuri (ilegal fisihing) dari muara sungai Maro hingga lepas pantai pulau Kimam.
Adanya penetrasi kapital disertai penetrasi sipil dan militer mengesampingkan bumi putra tersingkir dan tersungkur karena tercipta segresi antara abdi lokal Papua (blue colar) dan abdi asing dan migran sebagai (white colar) melalui diskriminasi upah dan jabatan dalam politik, pemerintahan dan korporasi. Penetrasi sipil juga menyebabkan mereka menguasai sumber daya ekonomi di bandar utama tanah Animha kota Merauke, sementara suku Marind putra/i bangsa Melanesia tersingkir di pinggiran.
Tingginya kematian ibu dan anak serta perlambatan pertumbuhan penduduk adalah indikasi nyata secara perlahan sedang terjadi bahaya genosida (slow motion genocida). Itulah kejahatan kemanusiaan yang terabaikan menjadi wilayah tragedi terlupa saat ini.
Selain itu juga kita dihadapkan pada bahaya liberalisasi ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk kecepatan teknologi yang bergerak ibarat jugernut yang melintasi jalan bebas hambatan dan tidak bisa dibendung dan tidak dapat ditolak. Di tengah situasi ini Pemimpin Papua, Gubernur dan Bupati harus siap untuk memutus rantai kejahatan dan siap menghadapi perubahan.
Untuk merubah tanah Tanah Melanesia ini, pemimpin harus melibatkan rakyat agar menjadi bagian dari perubahan, harus, harus dan harus menjadi bagian dari mesin perubahan. Jadilah bagian tidak terpisahkan dari perubahan demi perubahan yang akan terjadi di tanah kita Papua". Pemimpin harus mempersiapkan rakyat dengan 1) Pengetahuan (Knowledge) cukup. 2) ketrampilan (skills) memadai. 3) mental dan moralitas yang baik (attitute). Jika para pemimpin Papua tidak mempersiapkan rakyatnya jangan pernah menangis jika anda dan saudara-saudara kita ditinggalkan oleh perubahan itu sendiri. Jika kita tidak berada dalam perubahan jangan pernah sedih kalau ditinggalkan oleh perubahan itu sendiri. Perubahan tidak pernah mengenal kata "kompromi", perubahan berada di gerbong besar, jadi jangan pernah menagis dan jangan pernah menyesal jika kita ditinggalkan oleh gerbong perubahan.
(Natalius Pigai, dihadapan Ribuan Rakyat Suku Marind Anim, di Merauke, Tanah Animha, 13 Juni 2017).